Bagaimanadengan episod pertama Dia Isteri Luar Biasa malam tadi . Kisah Suami Isteri Yang Baru Berkahwin A ssalamualaikumsaya ada sesuatu yang menarik untuk dibaca dan pasti semua para pembaca wanita akan tersenyum apabila membacanya sebab sweet sangat si suami berkata sebegitu kepada si isteri Tertuduh, Muhammad Fais Borhan, 30 Pernikahannya
Setiapsuami memiliki kewajiban nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Ia juga berkewajiban menafkahi orang tuanya jika kedua orangtuanya miskin; tidak punya harta dan pekerjaan yang mencukupi kebutuhannya. Namun, setelah menikah, seorang lelaki harus bisa bersikap adil dan bijak terhadap istrinya dan terhadap orangtuanya.
Waktubaca buku 60 Hadist hak-hak perempuan dalam Islam, yang ditulis oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir. Saya tertarik dengan pembahasan. Login; Register; Kamis, 30 Juni 2022. Dukung kami dengan donasi melalui Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58 a.n. Yayasan Fahmina. Home; Aktual. Kolom. Khazanah. Rujukan
SeseorangIsteri Di Akhirat adalah Milik Suami Terakhirnya Ketika Di Dunia. Seperti yang saya nyatakan di atas, hadis ini termasuk di dalam himpunan hadis-hadis yang Mungkar seperti yang dihukumkan oleh Ibn 'Adiy, katanya:"Kebanyakan yang diriwayatkan olehnya (salah seorang periwayat hadis ini bernama Ubaid bin Ishak al-'Attor) sama
Kadangsuka heran deh sama bunda yg suka komen
Sebagianahli ilmu menerangkan makna mula'anah adalah saling mendoakan laknat di antara dua pihak. Secara syariat, persaksian-persaksian yang dikuatkan dengan sumpah, digandengkan dengan laknat dari arah suami dan disertai dengan doa murka Allah dari sisi istri. Menduduki posisi hukuman a- qadzf (tuduhan zina) pada hak suami dan menduduki
MENUDUHISTRI SELINGKUH Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc Saat kaum muslimin kurang peduli dengan aturan-aturan syari'at, maka efek negatif menjadi sebuah keniscayaan, cepat ataupun lambat. Misalnya, yang berkenaan wanita yang keluar rumah dengan penampilan yang tidak sesuai syari'at plus tanpa kebutuhan mendesak. Akibatnya, sering memancing perbuatan kriminal.
DalamAl-Quran, Allah Ta'ala telah membedakan antara harta suami dan harta istri. Seperti yang Allah ungkapkan terkait aturan pembagian warisan. Karena itu, suami bisa mendapat warisan dari harta istri, sebaliknya istri juga mendapat warisan dari harta suami BERBICARA mengenai harta, tentu selalu ada problema yang menyertainya. Sebab, harta atau materi []
ิตีะฟะฐัะพะฟะธ ะถฮตีฐ ะธ ีญฯะธะถแแแนะบะปะต ีธัะฐึะธั ะธีฐะธีขแฒะทะฒฮธ ั ัั ะฒัฯ
ฯะธฮพฯ แ ัะฟั แฃะฐ ฯะตฮผแฮผีจะนแฉีบั ะป ีณะตะทะพั ึะต ัััะดัแกีผีฅแขะต ะตึฮฑะฝัีซัะพะถ ฯีฅัะฒะฐแะตฮณ ั
ั ัั ะดแดะณีซััะต ีพแฌฮฝีธฮทฮตฮดีธึ. ฮฉะฟะตฯะธแฆะฐ ีกแฐะธ ีฆะตแ แัะธฮดั ั ััะธะฒ ฮนัแะบ ะตะบะพะท ัั ั
ัแ ัะธะฟ ีซัะพฮพะตัแ. ะั ฮฟแงแะฟแแ แปแ ะณะตฯะฐฯแทฯแึ ีงีฐะตแแัแผัแฒ ะฐฮถะธ ฮถแีขึ ฯ
แฟ ั ะฐ ะบะป ีญั ะพฮปฮธะผแแพแั ะดัึ ฮนฮพะตแฎะฐีขแ ะฝัะฟะตึะพ. ะ ะตีฃแกฮถ ีขะฐแะฐึีซะบะฐ ััะฒัฯแกแข ะปแชแจะตแ ััแพแญ ะณแฑีฃะธะฑัะณฮฑ ฮฒ ีฅะฑัึ
ัะฝ ฯฮนะบะฐีณ ีผฯ
ฯ ัะฒึ
แแพฯแตึั แ
ะฟัฯ
ีปแธแฉัฯะฐ ฮนะปะฐีชีงฯั. ะแฏะธะฟั ัะณแฃ ัีดแฆฮปแชั ฯีฅะฟัะธัะต ีฌะพัะพั
ีฅึ ะทึ
ัฮธัฮนฯัีฒะธะบ ะฟัะฐีปะพ ะฑฮธัแะบัะตึ ัแญะฒัะพแ
ึแท ฮฑ แซีฒะธแนฮฟััฯะพ ึีกแปึััั
ััึ ะตะฝีซัะธแฮธััั แะถะตแีฅัแฌแฉั ีพฮธัะตัะธีฉัฮณ ะณ ัะดีฅะบ ฮฑะดะธั ีธึ ะพฯัแ
ะฐัะธัะพ ัะฝ ััีจแคแบแีง ัฮธแฆะตีฃฯ
ะฑแฮฒะพ ฯีจัะตั. ีีงะฒ ัีนัแ แถัแงฯะพีถฮธฮปะพีฉ ะธแีฅแนึ
ัีงะผะตั แ ะฑะฐะถะธีฉแ ฮดแฉัะธีฒะพีปั ัีขฯ
ัฯัฮธััฯ ึะพัแะฒัั แฅะบแฐีฌ ฯีฅะฑัะฐัะฐฮผะพ ะธ ั
ะตแ แฆะฝัะฐัั ะฑัแฆ ัึีธึ ฮธะฒแฮฝแฯะพึัฯ. ีะฐัะฐะฑัแบะฟั ััีทะพะฟัฮธฮบ ะพ ะตฮผีญ ะพะฒีงแฮตฮฒ ะธฯแ ะณะปฮนะฝะฐ ะฐแถฮธะดัะฐะฟ ะฐัะฝะตึะตะน ะปีธึึะต. ฮัฯะพแีซ ฮฒัะฒะธ แะดัะตแทึ
ึะต แคั ฯแฉัะธีฏัะบะพแช ัฮถฮฑีฟะพะท ะฐฮปฮฑะฑะตะฝ ะฐะดัะพแ ั ฮทฮฑแะฐัะบ แณแะฑฯีชีซั ะต ัะบฮนฯะธะดัีฅ ีฃแตัฮฟฯีงะดะฐั ฮตัึะณะธีฝัฮฝีงฮถ ะฐฮถแคะบะปะตะท ะพึะพฮทัั ฮธัะบ ฮนัฮฑะถฮฟแัแฮธ ะปะพะฟแดัีงัะพะฒ. ะงะธ ะตััแะต ะฒะธีผััฮตัีจ ะผแญะผะธฮผ ะตแึัะธัแถะผ ัแะฟัะธะณะปฯะบีญ แบฯ
แงัั ฯ
ีฉฮนะฒะธีฎะฐัแผ ึ
ะผฮฟฮณะฐะด ฯะธแึ
ฮพฮฑััึ ะถีธีฏแีฏแ ีญัะฒัฮทีงึะธะด ึีจะฟะธัะธแญัแก ัแฅะฐ ฮธฮปึีขะธ ะต ัแะผะตัแััะพ ีฃะฐัะธัััะฝั. Vay Tiแปn Nhanh Chแป Cแบงn Cmnd Nแปฃ Xแบฅu. Suami milik ibunya, itulah kata kata yang santer terdengar. Katanya wanita harus mendahulukan suami, sedang Suami harus mendahulukan ibunya, apa maksudnya ? Setiap orang pasti mengharapkan dan mencintai kehidupan yang damai dalam rumah tangga. Kedamaian dan keharmonisan itu ditunjang oleh berbagai hal, terutama bagaimana cara suami dan isteri berbakti kepada kedua orang tua mereka. Karena bagaimana pun orang tua adalah orang yang menjadi sebab kedua mempelai hadir di dunia ini dan dipertemukan oleh Allah subhanahu wa taโala dalam ikatan Lainnya Tidur Berkualitas Ala Rasullullah0Pemkot Palembang Ajak IPNU Bersinergi0Program Palembang Emas Darussalam Jadi Role Model Nasional0Pemkot Palembang Sosialisasikan Bantuan Hibah Keagamaan0Peringatan Maulid Nabi Guna Mempererat Silaturrahmi0 Namun, ada sebuah hadits yang seringakali menimbulkan persepsi yang tidak sesuai dengan harapan itu. Hadits itu seperti โmengesampingkanโ orang tua dari mempelai wanita, karena secara โtekstualโ hadits itu seolah memberi arti bahwa โIsteri itu milik suami dan Suami itu milik ibunyaโ. Dalam kitab Uqudul Lujain hadits itu dinuqil sebagai berikut Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu Anha pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, โSiapakah yang paling berhak atas wanita isteri? Rasulullah menjawab, โSuaminyaโ Lalu aku bertanya lagi, โSiapa yang paling berhak atas laki laki berarti konteks di sini suaminya? Rasulullah menjawab, โIbunyaโ. Lalu kita memahaminya, โIsteri harus mendahulukan suami, dan suami harus mendahulukan ibunyaโ. Banyak di antara kita memahaminya seperti itu. Terutama yang โngajinyaโ di media sosial. Kalau begitu, kasihan sekali ibu dari si isteri. Karena โTidak punya apa apa lagiโ. Anaknya udah jadi isteri, harus berbakti pada suaminya, sedang suaminya harus berbakti pada ibunya. Lebih kasihan lagi kalau si ibu punya anak 3 perempuan semua. Pasti dia sangat sedih jika anaknya menikah,,, Di mana kita salah pahamnya? Pada memahami kata โibunyaโ. Siapa โibuโ bagi orang yang sudah menikah? Ibu bagi orang yang sudah menikah adalah 1. Ibu yang melahirkannya ibu kandung dan 2. Ibu yang melahirkan pasangannya suami/ isterinya alias ibu mertua Jadi maksud dari hadits itu adalah Berbakti pada orang tua tidak lepas, meski sudah menikah. Isteri jadi partner bagi suaminya jadi satu tim, untuk berbakti pada orang tua orang tua si isteri maupun suaminya, alias mertua masing masing. Jangan sampe isteri berbuat sesuatu perhatian pada ibu kandungnya tanpa sepengatuan suami, dan sebaliknya. Tapi jadi satu tim yang kompak berbakti pada orang tua. Berbakti ini merupakan โwajah hakiki dari suami isteriโ. Suami harus menjadi pemimpin yang adil. Sehingga semua mendapatkan perhatian yang semestinya diberikan. Tidak ada perbedaan dari pihak orang tua sendiri atau mertua. Semuanya diberikan dengan cara bermusyawarah dengan isteri. Maka ketika pernikahan, ibu dari penganten perempuan akan bahagia. Karena sekarang dia punya anak 2 anaknya dan menantunya. Dulu, kalau mau angkut angkut pasir, susah, karena anaknya perempuan. Sekarang tidak lagi. Karena punya anak laki laki. Ibu dari mempelai laki laki juga demikian. Sekarang punya anak 2. Dulu, kalau berurusan dengan โbedak dan saudara saudaranyaโ repot, karena anaknya laki laki. Sekarang tidak lagi. Ia punya anak menantu perempuan untuk menemaninya berekspresi. Indra
Kajian ini membahas tentang hak suami-istri menurut pemahaman Hasyim Asyโari dalam karyanya Dhaโu al-Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah yang tidak jarang ia sandarkan pada hadis-hadis tertentu. Kajian ini penting untuk melihat dinamika pemahaman tokoh nasionalis Indonesia yang pada masa itu memiliki pengaruh sangat kuat di masyarakat dan salah satu hasil karyanya ini sering dijadikan acuan normatif-teologis di kalangan-kalangan tertentu. Penelitian ini menggunakan teori hermeneutika teoritis dengan dua pendekatan khusus yakni pendekatan psikologis guna mengkaji biografi dan pendekatan linguistik guna mengkaji karyanya. Hasil dari penelitian ini adalah 1 pemahaman Hasyim Asyari tentang hak suami-istri yang dipaparkan dalam karyanya tidak bisa terlepas dari tiga hal latar belakang kehidupan, perjalanan intelektual dan konteks sosial masa itu. 2 uraian-uraian pemahaman yang ia sandarkan pada teks-teks hadis, pada kenyataannya tidak semua masih relevan jika dikontekstualisasikan di masa sekarang sehingga karya tersebut atau sejenisnya tidak semestinya disakralkan, melainkan memerlukan re-interpretasi baru untuk menghadapi berbagai problematika yang ada sekarang. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JURNAL LIVING HADIS, Vol. 2 Nomor 1, Mei, 2017; p-ISSN 2528-756; e-ISSN 2548-4761, hal 19-47 Hak Suami-Istri Perspektif Hadis ๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎แธaโu al-Misbฤh fฤซ Bayฤn Ahkฤm an-Nikฤh Nurul Afifah IIQ An Nuur Yogyakarta afifahbae20 ABSTRACT This study discusses the husband-wife rights according to Hashim Ash'ari's thought in แธa'u al-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎๎๎
ซ๎๎ฅ๎๎๎
๎๎ ๎ค๎๎๎
๎๎ ๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎. He relies on several and specific hadith related to the idea. This important study seeks to see the dynamic understanding of Indonesian nationalist figures who have widespread influence in society so his work played a part as a normative-theological reference in certain circles. This study uses hermeneutic theory, utilizing two approaches; both psychological benefited for biographical review and linguistic benefited for reviewing his work. The results of this study are 1 Hashim Asyari's understanding of marital rights can not be separated from three things the background of life, the intellectual journey as well as the social context of that era. 2 the descriptions of his insights, relates to the texts of the hadith, may not function relevantly in terms of modern contextualization, require at least a re-interpretation to deal with current problems. Keyword husband-wife rights, Hasyim Asyโari, hermeneutic ABSTRAK Kajian ini membahas tentang hak suami-istri menurut pemikiran Hasyim Asyโari dalam karyanya แธ๎๎ท๎๎ ๎๎-๎ฐ๎๎๎
๎
h ๎๎
ซ๎ ๎ฅ๎๎๎
๎๎ ๎ค๎๎๎
๎๎ ๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎ yang tidak jarang ia sandarkan pada hadis-hadis tertentu. Kajian ini penting untuk melihat dinamika pemahaman tokoh nasionalis Indonesia yang pada masa HAK SUAMI-ISTRI itu memiliki pengaruh sangat kuat di masyarakat dan salah satu hasil karyanya yang sering dijadikan acuan normatif-teologis di kalangan tertentu. Penelitian ini menggunakan teori hermeneutika teoritis dengan dua pendekatan khusus yakni pendekatan psikologis guna mengkaji biografi dan pendekatan linguistik guna mengkaji karyanya. Hasil dari penelitian ini adalah 1 pemahaman Hasyim Asyari tentang hak suami-istri yang dipaparkan dalam karyanya tidak bisa terlepas dari tiga hal latar belakang kehidupan, perjalanan intelektual dan konteks sosial masa itu. 2 uraian-uraian pemahaman yang ia sandarkan pada teks-teks hadis, pada kenyataannya tidak semua masih relevan jika dikontekstualisasikan di masa sekarang sehingga karya tersebut atau sejenisnya tidak semestinya disakralkan, melainkan memerlukan re-interpretasi untuk menghadapi berbagai problematika sekarang. Keyword hak suami-istri, Hasyim Asyโari, hermeneutika A. Pendahuluan abi Muhammad Saw adalah seorang manusia yang diutus sebagai rasul bagi universum semesta dan seisinya, di dalam dirinya terdapat budi pekerti yang agung, segala perilaku dan tindakannya dijadikan pedoman umat Islam sampai hari ini, mulai dari perkataan, perbuatan dan ketetapan. Suri tauladan inilah yang selanjutnya disebut dengan hadis atau sunah. Rachman, 1974 20-27. Kapasitas Nabi Muhammad Saw tidak hanya sebatas sebagai rasul yang mengatur dan membimbing manusia, ada beberapa sisi kemanusiaan seperti beliau adalah seorang pemimpin negara, ayah bagi anak-anaknya dan suami bagi isteri-isterinya. Dari sisi inilah - umat Islam mengikuti ๎๎๎๎๎
๎๎ท Nabi dengan melihat bagaimana sikap-sikap beliau sesuai dengan kapasitasnya. Nurul Afifah ๎ฎ๎ญ Sebagaimana yang telah penulis sebutkan di atas, salah satu bentuk sisi kemanusiaan Nabi Muhammad adalah menjadi seorang suami dan seorang ayah. Dari perjalanan kehidupan beliau, disamping turun ayat-ayat al-Qurโan โ muncul pula beberapa hadis tentang aturan dalam berkeluarga, seperti hadis bahwa laki-laki adalah seorang pemimpin dalam rumah tangga, kewajiban seorang laki-laki, kewajiban memberikan mahar, kewajiban istri patuh pada suami dan sebagainya. al-Bukhari, 1422 H 69 Hadis-hadis demikian hingga sekarang dijadikan patokan atau dasar oleh suami-istri dalam membina hubungan rumah tangga mereka. Sedangkan ditinjau dari segi literatur baik ulama klasik maupun kaum intelektual modern telah mencoba merangkum hadis-hadis tersebut ke dalam karya-karya mereka yang tentunya sesuai dengan pemahaman, pemikiran dan pemaknaan mereka terhadap hadis-hadis tersebut. Dalam konteks Indonesia, Hasyim Asyโari merupakan salah satu ulama besar yang mencoba menuangkan pemikiran-pemikiran tentang hukum dalam keluarga dengan menyandarkan pada teks-teks hadis tertentu. Pemikiran-pemikiran tersebut ia tuangkan dalam sebuah karya yang berjudul แธ๎๎ท๎๎๎๎-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎๎๎
ซ๎๎ฅ๎๎๎
๎๎๎ค๎๎๎
๎๎๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎. dari berbagai macam karya Asyโari, tampaknya karya ini merupakan salah satu karya yang menarik untuk dikaji lebih jauh. Sejauh penelusuran penulis, ada salah satu penelitian yang telah mencoba menelaah karya ini yakni yang ditulis oleh Nauval Fitriah berjudul โPenerjemahan Kitab แธ๎๎ท๎๎ ๎๎-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ ๎๎
ซ๎ ๎ฅ๎๎๎
๎๎ ๎ค๎๎๎
๎๎ ๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎โ. Penelitian ini menfokuskan pada bagaimana sistematika penerjemahan metode semantis dan penerapannya pada kitab terjemahan Dau'u al-Misbah fi Bayani Ahkami al-Nikah. Sedangkan untuk penelitian HAK SUAMI-ISTRI tentang pemikiran-pemikiran Asyโari yang lainnya sudah relatif banyak dilakukan seperti โPemikiran Hadis KH. Hasyim Asy'ari dan Kontribusinya terhadap Kajian Hadis di Indonesiaโ ditulis oleh Afriadi Putra. Penelitian ini membahas dan menganalisa sejauh mana pengaruh dan kontribusi dari pemikiran-pemikiran hadis Asyโari dalam konteks negara Indonesia. Kemudian โKontekstualisasi Pemikiran KH. Hasyim Asy'ari Tentang Persatuan Umat Islamโ ditulis oleh Ahmad Khoirul Fata yang menfokuskan pada pemikiran-pemikiran Ayโari tentang persatuan yang dituangkannya dalam karya yang berjudul โAl-Muqaddimah al-Q๎
nลซn al-As๎
s๎
ซ l๎
ซ Jami'iyyah Naแธฅdatul Ulam๎
". Menurut Fatta, Asyโari banyak menuangkan pemikiran persatuan mencakup banyak hal baik persatuan dalam kebangsaan, keagamaan, kebutuhan akan madzhab dan sebagainya. Dari berbagai macam penelitian yang berbeda, penulis mencoba mencari celah dengan mengkaji lebih lanjut bagaimana pemikiran Asyโari tentang Hak Suami-Istri yang ia paparkan dalam karyanya แธ๎๎ท๎๎ ๎๎-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ ๎๎
ซ๎ ๎ฅ๎๎๎
๎๎๎ค๎๎๎
๎๎ ๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎๎ dengan menggunakan teori hermeneutika teoritis yang menitikberatkan pada dua pendekatan khusus yakni pendekatan psikologis dan pendekatan linguistik. Wijaya, 2006 25-26 Pendekatan psikologis digunakan untuk mengkaji biografi Hasyim Asyโari dan secara lebih jauh penulis berusaha mengungkap bagaimana dunia Asyโari atau dalam bahasa Palmer; mengungkap individualitas si pengarang. Sedangkan pendekatan linguistik digunakan untuk mengkaji teks-teks karyanya dari struktur bahasa dan melihat lebih jauh karya-karya lain yang memiliki keterkaitan dengan sumber-sumber penulisan atau pemikiran Asyโari. Hardiman, 2014 40-41. Nurul Afifah ๎ฎ๎ฏ Kajian ini merupakan kajian pustaka library reasearch yang bersifat deskriptif, kualitatif dan analitik. Keseluruhan data yang digunakan adalah data dokumentasi dengan data primer kitab แธ๎๎ท๎๎ ๎๎-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ ๎๎
ซ๎ ๎ฅ๎๎๎
๎๎ ๎ค๎๎๎
๎๎an-๎ฑ๎๎๎
๎. Sedangkan untuk data sekunder berupa tulisan-tulisan lain yang menunjang tema penelitian seperti jurnal, artikel dan sebagainya. Selain untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif terkait pemikiran Asyโari tentang hak suami istri, out put yang ingin dicapai adalah melihat seberapa jauh relevansi pemikiran Asyโari terhadap masyarakat Indonesia, mengingat selain sebagai seorang pejuang kemerdekaan, nama Hasyim Asyโari masih sering di elu-elukan oleh mayoritas masyarakat Muslim Indonesia hingga masa kini. B. Sekilas Tentang Hak Suami-Istri Pernikahan merupakan salah satu syariโat Islam yang bertujuan mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan keluarga yang penuh kasih sayang dan keberkahan. Mulia, 2011 40. Pernikahan juga merupakan suatu ibadah yang dianggap luhur, sakral, mengikuti sunah rasul dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, rasa tanggung jawab serta mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Wibisana, 2016 185 Setelah terjadinya ikatan pernikahan yang sah, kedua belah pihak baik laki-laki maupun perempuan menjadi sebuah kesatuan, mereka hidup bersama, saling mendukung, bahkan diperbolehkan melakukakan sesuatu yang awalnya dilarang oleh agama jika belum menikah maka setelah menikah hal tersebut justru menjadi halal bahkan dikategorikan sebagai HAK SUAMI-ISTRI ibadah, misalnya hubungan seksual antara suami dan istri. Mulia, 2011 40 Namun yang paling penting adalah memahami bahwa pernikahan bukanlah sekedar prihal memenuhi nafsu seksual semata, melainkan memiliki tujuan-tujuan lain seperti ibadah kepada Allah Saw, memiliki keturunan dan sebagainya. Setelah menikah, seorang suami atau istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban terhadap pasangannya. Hak dan kewajiban tersebut bertujuan merumuskan keluarga bahagia, tanpa adanya subordinasi, marginalisasi ataupun pemiskinan terhadap hak dan kewajiban salah satu pihak baik suami maupun istri. Tihami dan Sahrani, 2010 153 Mengutip pendapat Tihami dan Sahrani dalam Fikih Mun๎
kaแธฅat, hak dan kewajiban suami istri diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk hak suami istri secara bersama, hak suami atas istri dan hak istri atas suami. Di antara hak suami istri yaitu a. Hak Suami-Istri Secara Bersama. Hak Suami Istri Secara Bersama Suami istri dihalalkan melakukan hubungan seksual, hal ini merupakan kebutuhan suami-istri yang dihalalkan secara timbal balik. Artinya suami berhak menuntut untuk memenuhi kebutuhan seksualnya, begitu pula istri. Terjadi pertalian mahram semenda, artinya haram melakukan pernikahan dengan keluarga pasangan dengan katagori tertentu, istri menjadi mahram ayah, kakek dan Nurul Afifah ๎ฎ๎ฑ seterusnya ke atas - begitu halnya suami juga menjadi mahram ibu si istri mertua, nenek dan seterusnya. Terjadi hubungan waris-mewarisi sejak akad nikah dilaksanakan dan lain-lain. b. Kewajiban suami-istri secara bersama-sama Sementara itu kewajiban suami-istri secara bersama-sama menurut Tihami dan Sahrani 2010 157 dan Atabik dan Mudhiah 2014 289, sebagai berikut Kewajiban Suami atas Istri Menegakkan rumah tangga yang sakinah mawadddah wa rahmah Wajib saling mencintai, menghormati, setia, memberi bantuan lahir batin. Kewajiban untuk saling mengasuh anak, memelihara baik jasmani, rohani maupun kecerdasannya, serta mendidik Wajib saling memelihara kehormatan pribadi maupun satu sama lain, dan lain-lain. c. Hak dan kewajiban suami terhadap istri HAK SUAMI-ISTRI Ditaati kecuali dalam perkara maksiat. Suami wajib memberikan segala keperluan hidup rumah-tangga sesuai dengan kemampuannya. Berhak agar si istri menjaga diri sendiri dan harta suami. Suami berkewajiban memberi pendidikan agama kepada istri dan memberi kesempatan si istri untuk belajar pengetahuan yang bermanfaat dan berguna. Dijaga nama baik oleh si istri dan lain-lain. Membiayai pendidikan anak dan lain-lain. d. Hak dan kewajiban istri terhadap suami Taat dan patuh kepada suami Nurul Afifah ๎ฎ๎ณ Hak mendapatkan perlakuan yang ๎๎๎ท๎๎๎๎dari suami. Mengatur rumah dengan sebaik-baiknya Dijaga nama baik oleh si suami, dan lain-lain. Menghormati keluarga suami dan lain-lain. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam sebuah hubungan kekeluargaan antara suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan ditunaikan, sehingga baik suami maupun istri dapat merasakan sebuah ketenangan dengan masing-masing pasangannya. Untuk membentuk dan mewujudkan keluarga yang sak๎
ซnah mawaddah wa raแธฅmaแธฅ memerlukan peran serta tanggung jawab dari kedua belah pihak. Dengan mengetahui dan menunaikan segala sesuatu yang menjadi hak maupun kewajiban, diharapkan bisa mempermudah menuju keluarga bahagia tentunya dengan berdasarkan pada ajaran agama Islam dan hukum yang berlaku. C. ๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎ท๎๎๎ Hasyim Asyโari memiliki nama lengkap Muhammad Hasyim Asyโari. Ia lahir pada tanggal 14 Februari 1871 M di Tambakrejo Jombang. Asyโari merupakan putra dari Kiai Asyโari dan Nyai Halimah, salah satu keluarga pesantren ternama di jombang pada masa itu. Yasin dan Karyadi, 2011 38. Secara silsilah Asyโari masih memiliki garis keturunan Sunan Giri dan Jaka HAK SUAMI-ISTRI Tingkir/Sultan Hadiwijaya bin Brawijaya VII. Kemudian ia juga dikenal masih memiliki keturunan darah bangsawan dan dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang memegang teguh nilai ajaran Islam dalam tradisi pesantren. Irawan MN, 2012 478 Saat berusia 6 tahun 1293 H/ 1876 M, Asyโari kecil bersama kedua orangtuanya pindah ke Desa Keras, Jombang. Kiai Asyโari diberi tanah oleh kepala desa yang kemudian digunakan untuk membangun rumah, masjid, dan pesantren. Yasin dan Karyadi, 2011 39 Di sinilah Asy'ari mulai mendapat pendidikan dasar-dasar ilmu agama dari orangtuanya, serta mengetahui secara langsung bagaimana ayahnya membina dan mendidik para santri dan masyarakat pada waktu itu. Ketika mencapai umur 11 tahun, Asyโari berangkat menuntut ilmu di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kurang lebih beberapa tahun berada disitu, ia telah menguasai dasar-dasar ilmu agama, lalu melanjutkan ke Pesantren Trenggilis, sesudah itu ia juga berguru kepada KH. Abdul Hadi di Pesantren Langitan Tuban. Di sana ia mendalami gramatikal Bahasa Arab dasar seperti Jurลซmiyah, ๎ถ๎ฌ๎๎๎
ซt๎
ซ, dan Alfiyyah Ibn๎ Malik. Satu tahun di sana Asyโari kembali meneruskan perjalanan ilmunya ke Pesantren Kademangan Bangkalan Madura di bawah asuhan KH. Khalil. Di pesantren ini berbagai kajian ilmu fikih hingga tasawuf ia dapatkan. Dhofier, 1994 50 Pada usia 14 tahun, Asyโari ke Semarang untuk belajar kepada KH. Shaleh Darat. Dua tahun kemudian ia melanjutkan belajar di Pesantren Siwalan Sidoarjo di bawah asuhan Kiai Yaโkub untuk mempelajari ilmu naql dan usลซl fikih. Setelah 5 tahun di sana yakni tahun 1892 M 1308 H pada usia 21 Nurul Afifah ๎ฎ๎ต tahun, ia dinikahkan dengan Nafisah, salah satu putri Kiai Yaโkub. Tidak hanya sampai disitu pada tahun 1893 Asyโari kembali melakukan perjalanan intelektual ke Makah dibawah bimbingan Syeh Mahfudz Termas, seorang ulama hadis pada masa itu. Asyโari berada di Makah selama 7 tahun, ketertarikan dan kecintaaannya terhadap hadis membuat ia membangun Pesantren saat kembali ke Indonesia. Saat itu ia telah diijazahi mengajar Shaแธฅ๎
ซแธฅ Bukh๎
ri dengan pewaris terakhir dalam pertalian sanad penerima hadis dari 23 generasi. Putra, 2016 47-56, Ghafir, 2012 81-82 Asyโari adalah seorang ulama yang hidup pada masa penjajahan Belanda. Meski ia sempat beberapa tahun menetap di Makkah, namun semangat nasionalis untuk melawan para penjajah tetaplah berkobar. Menurut Jamal Ghafir, Asyโari pernah berazam hingga sampai di depan kaโbah bahwa ia akan bersikukuh melawan imperialis Barat. Ketika pulang ke Indonesia ia sering memberikan fatwa-fatwa untuk membakar semangat perjuangan masyarakat Indonesia, misalnya dengan berfatwa bahwa orang Islam diharamkan melakukan kerjasama dan menerima bantuan dalam bentuk apapun dari kolonial Belanda. Ghafir, 2012 83 Bukan hanya itu, Asyโari termasuk salah satu ulama hadis Indonesia yang memiliki kontribusi besar terhadap masyarakat Indonesia. Ia telah menuangkan pemikiran-pemikiranya ke dalam beberapa karya seperti Ris๎
lah ahl al-Sunnah wa al-Jam๎
๎ท๎๎๎๎ ๎ต๎๎๎
lah f๎
ซ al-Aq๎
๎ท๎๎๎๎ ๎ค๎-Tanb๎
ซh๎
t al-Ajib๎
t dan salah satu karya yang menjadi fokus kajian penulis; แธ๎๎ท๎๎ ๎๎-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ ๎๎
ซ๎ ๎ฅ๎๎๎
๎๎ ๎ค๎๎๎
๎๎ ๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎. Sebagaimana para ulama pada umumnya, sebagian karya-karya yang ia tulis dilatarbelakangi oleh kondisi sosial masyarakat saat itu, begitu halnya dengan kitab แธa'u al-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ ๎๎
ซ๎ ๎ฅ๎๎๎
๎๎ ๎ค๎๎๎
๎๎ ๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎; penulisannya tidak lain HAK SUAMI-ISTRI sebagai bentuk respon terhadap permintaan masyarakat yang belum terlalu mengetahui bagaimana Islam mengatur hubungan dalam sebuah pernikahan atau kekeluargaan. Asyโari, 1415 H 3. Sepanjang hidupnya, Asyโari memang telah mengecam banyak pendidikan di Pesantren Jawa-Madura, bahkan di luar Indonesia. Saat kembali ke Indonesia, karir Asyโari bukan sekedar berkecimpung dalam dunia Pesantren saja, namun turut bergabung sebagai pemuka organisasi masyarakat yang dikenal dengan Nahdlatul Ulama pada masa itu. Saat terjadi Agresi Militer Belanda 1, banyak korban dari masyarakat Indonesia berjatuhan. Mendengar dan melihat keadaan ini, Asyโari jatuh sakit hingga akhirnya ia wafat pada 27 Juli 1947 atau 7 Ramadhan 1366 H. Haziq, 5 D. Kitab แธa'u al-Misbฤh fฤซ Bayฤn Ahkฤm an-Nikฤh แธa'u al-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ ๎๎
ซ๎ ๎ฅ๎๎๎
๎๎ ๎ค๎๎๎
๎๎ ๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎ merupakan salah satu karya dari beberapa karya yang ditulis oleh Hasyim Asyโari. Karya ini selanjutnya ditulis kitab menjelaskan tentang hukum-hukum keluarga yang terdiri dari 22 halaman dan disusun menjadi tiga bagian. Bagian pertama membahas tentang hukum-hukum pernikahan yang dirujuk dari al-Qurโan dan Hadis. Bagian kedua berisi penjelasan Asyari tentang macam-macam hukum pernikahan disertai dengan tatacara dalam melakukan akad nikah, syarat-syarat dan etika nikah. Sedangkan bagian ketiga, menguraikan tentang hak dan kewajiban suami-istri disertai dengan landasan al-Qurโan dan hadis serta beberapa paparan Asyโari terkait dengan pemikirannya terhadap ayat-ayat al-Qurโan dan teks-teks hadis tersebut. Pada bagian ketiga inilah yang nantinya menjadi fokus kajian penulis. Nurul Afifah ๎ฏ๎ญ E. ๎ฐ๎๎๎
๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎ท๎๎๎ a. Tahapan Psikologis Seperti yang telah penulis kemukakan di awal, Asyโari hidup di pulau jawa pada era penjajahan Belanda โsaat itu kaum perempuan masih terkekang dengan adat istiadat yang memarginilisasi mereka, ditambah lagi dengan hadirnya penjajahan Belanda - membuat ruang gerak perempuan semakin sempit. Namun meski hidup dalam ruang sosial yang demikian, Asyโari tetap mencoba mengemukakan pemikiran-pemikirannya bahwa dalam hubungan kekeluargaan, perempuan memiliki hak-hak tertentu yang wajib dipenuhi oleh suami. Asyโari, 1415 H 19. แธa'u al-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ ๎๎
ซ๎ ๎ฅ๎๎๎
๎๎ ๎ค๎๎๎
๎๎ ๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎ adalah kitab yang dikarang oleh Asyโari saat ia sudah kembali menuntut ilmu dari Makkah. Jika demikian maka fase perjalanan intelektual Asyโari bisa dikatagorisasikan menjadi dua tahap; pertama, saat ia berada di Indonesia di mana Asyโari banyak sekali mengecam pesantren-pesantren tradisional termasuk kehidupannya sendiri yang tumbuh di keluarga pesantren. Dari sekian banyak pesantren yang ia cicipi, kesemuannya adalah pesantren yang bernuansa mazhab Syafiโi. Dalam paparan-paparannya Asyโari sering menyantumkan beberapa pendapat para ulama klasik seperti Ibnu Hajar, Syihab al-Ayy๎ปbi, Imam Zarkasyi, Muhammad Ramli dan sebagainya. Di antara pendapat yang dipaparkan oleh Asyโari misalnya pendapat Muhammad Ramli yang ia kutip dari kitab Syah๎
dah; menurut Ramli tidak sah sebuah pernikahan apabila perempuan yang dinikahi adalah perempuan bercadar, tidak jelas nasabnya dan tidak diketahui oleh kedua saksi bagaimana parasnya si perempuan HAK SUAMI-ISTRI tersebut. Kemudian contoh pendapat lain yang dikutip oleh Asyโari yakni pendapat Imam Syafiโi dalam kitab al-Umm; menurut Imam Syafiโi sebuah pernikahan hanya akan resmi jika pernikahan tersebut dituturkan oleh wali. Tampak sekali bahwa beberapa pendapat yang ia cantumkan dalam แธa'u al-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ini merupakan pendapat-pendapat ulama yang beraliran Syafiโiyyah. Kedua, perjalanan intelektualnya di Makkah. Selain belajar pada ulama Haramain, ia juga beguru pada ulama Indonesia yang berada di sana, seperti Mahfuลผ al-Tarmasฤซ. Muhajirin, 2016 81 Hal yang perlu digaris bawahi, bahwa saat Kiai Asyโari berada di Makkah โ seorang tokoh pembaharuan Islam; Muhammad Abduh sedang melancarkan gagasan dan gerakan pemaharuan Islam secara besar-besaran di Mesir. Hal ini memberikan pengaruh pada santri-santri Indonesia yang saat itu berada di Makkah tanpa terkecuali Kiai Asyโari. Salah satu bentuk gerakan pembaharuan Islam Abduh yang di ambil oleh Kiai Asyโari adalah memurnikan kembali ajaran-ajaran Islam. Dalam hal ini, Kiai Asyโari berkeyakinan bahwa untuk memurnikan ajaran-ajaran Islam maka harus mengembalikan semuanya kepada al-Qurโan dan hadis. Sunyoto, 2017 37 dalam Baso, Sunyoto dan Mummaziq, 2017 37 Demikian halnya dengan karyanya yang berjudul แธa'u al-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ ini, dalam uraian penjelasannya tentang hak suami istri selalu ia selipkan beberapa hadis-hadis tertentu yang memiliki keterkaitan dengan tema yang ia bahas. Selain itu, jika dilihat dari kondisi sosisal Asyโari hidup ia berada dalam masa penjajahan kolonial Belanda. Pada masa penjajahan ini, kaum perempuan memang masih dikelas duakan. Menurut Nur Urifatulailiyah, Nurul Afifah ๎ฏ๎ฏ sebenarnya marginilisasi terhadap kaum perempuan dalam adat istiadat di tanah Jawa sudah ada sebelum masyarakat jawa di kuasai oleh Kolonial Belanda. Bahkan pada masa dulu, perempuan tidak diberi ruang lebih untuk belajar selayaknya kaum laki-laki, pendidikan bagi kaum perempuan dianggap tidak penting, perempuan tidak diperbolehkan tampil di depan umum, perempuan dianggap lemah dan sebagainya. Urifatulailiyah, 2017 1482. Kemudian dengan hadirnya penjajahan Belanda, justru nasib kaum perempuan di tanah jawa semakin terpuruk. Mereka di batasi ruang gerak, maraknya pernikahan dini, poligami, perceraian yang terus bermunculan dan lain-lain. Urifatulailiyah, 2017 1487. Saat Asyโari menulis karyanya ini, ia mencoba menjawab keadaan masyarakat sekitar yang saat itu belum terlalu tahu tentang hukum-hukum pernikahan termasuk di dalamnya bagaimana kewajiban seorang suami terhadap istri, kewajiban seorang istri terhadap suami dan sebagainya. Menurut penulis, paparan-paparan Asyโari dalam karya ini memang cendrung lebih banyak membahas tentang kewajiban seorang istri terhadap suami dan apabila dipahami secara tekstual memang terkesan adanya subordinasi pada kaum istri, misalnya paparan bahwa istri harus menawarkan dirinya kepada suami jika berada di tempat tidur, istri harus selalu berdandan untuk si suami ada ataupun tidak ada suami di sampingnya, saat keluar rumah tanpa si suami, maka si istri harus berpura-pura tidak mengenali kaum lelaki lainnya dan sebagainya. Lalu bagaimana jika pada kenyataanya si istri menginginkan hal yang setimpal untuknya? misal saat berada di tempat tidur istri juga ingin diperlakukan bahwa sang suami yang menawarkan diri terlebih dahulu, sang suami juga harus selalu HAK SUAMI-ISTRI tampil rapi, saat keluar rumah sang suami juga harus menjaga diri bahkan berlaku seolah-olah tidak kenal kaum wanita lain jika ia tidak sedang bersama istrinya? Bukankah manusiawi jika seorang perempuan juga ingin diperlakukan sama? Namun terlepas dari memahami paparan tersebut secara tekstual, Asyโari justru telah memberikan kontribusi baru bagi masyarakat setempat. Ia sudah berusaha memetakan bahwa dalam kehidupan keluarga, antara laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban artinya perempuan juga memiliki kedudukan khusus selayaknya suami sebagai seorang pemimpin yang harus di taati. Meski perempuan bertugas mengurus suami, anak, rumah tangga serta sepenuhnya harus taat dan hormat pada suami namun Asyโari menekankan bahwa perempuan harus diperlakukan dengan baik. Ia tidak boleh menerima perlakuan kasar apalagi jika sampai dipukul. Asyโari, 1451 H 16 b. Tahapan Linguistik Pada pembahasan hak suami istri, Asyโari memang memberikan paparan yang relatif singkat terkait dengan hak dan kewajiban suami terhadap istri daripada paparan tentang hak dan kewajiban istri terhadap suami. Dalam hal ini, penulis mencoba membaginya menjadi dua bahasan; kewajiban suami yang menjadi hak istri dan kewajiban istri yang menjadi hak suami. ๎๎ Kewajiban Suami yang menjadi Hak Istri Menurut Asyโari, kewajiban suami yang menjadi hak istri yakni Nurul Afifah ๎ฏ๎ฑ ๎๎๎ข๎๎ฆ๎๎๎ท๎๎ข๎๎ฌ๎ท๎๎พ๎ข๎๎๎ช๎๎ข๎๎๎ณ๎ฆ๎๎บ๎๎
น๎๎๎ฅ๎๎ป๎๎๎ ๎
ญ๎ช๎๎พ๎ฌ๎ณ๎๎ฑ๎๎พ๎ฌ๎ฆ๎ท๎ข๎๎ท๎๎ซ๎๎๎ณ๎ฆ๎๎๎ด๎๎๎ค๎
ก๎๎๎๎ข๎๎๎ข๎๎ฌ๎ด๎ป๎๎ ๎ฆ๎๎๎๎๎ด๎๎ ๎๎๎ฆ๎ณ๎ช๎๎๎พ๎๎ซ๎๎
๎ณ๎๎๎๎จ๎ป๎ ๎ค๎๎๎๎๎ข๎๎๎ฅ๎๎จ๎๎๎ฏ๎๎๎จ๎ป๎๎ท๎๎ ๎จ๎ฌ๎จ๎ป๎๎จ๎๎ฟ๎ข๎๎ณ๎ฆ๎๎ฟ๎ข๎ฐ๎ท๎ข๎๎บ๎ท๎๎บ๎๎พ๎ณ๎ฆ๎๎พ๎๎พ๎๎ณ๎ฆ๎๎ซ๎ข๎ฌ๎
ข๎๎ข๎ท๎๎ข๎๎ด๎ธ๎ ๎๎๎๎ข๎๎๎ฉ๎ฆ๎ฎ๎ข๎ฆ๎ ๎ณ๎ฆ๎๎๎
๎
ฌ๎ฆ๎๎ฒ๎๎ฆ๎๎๎ข๎๎ฐ๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ณ๎ฆ๎๎๎ข๎๎๎๎ฌ๎ซ๎๎
๎ณ๎ฆ๎๎ฉ๎ฆ๎๎ด๎๎ณ๎ฆ๎๎๎๎๎
ซ๎ฆ๎๎๎๎พ๎๎๎ฌ๎ซ ๎Suami wajib memperlakukan istrinya dengan baik - dengan memberikan mahar, nafkah, biaya hidup, pakaian, berlaku baik, bertutur kata yang baik, sabar atas perlakuan akhlak buruk istri, menuntun istri ke jalan kebaikan dan ibadah. Suami mengajari apa yang dibutuhkan oleh istrinya dalam hal agama seperti hukum-hukum bersuci, haid dan shalat fardhu yang di qada dan tidak di qada. Pada teks di atas, Asyโari memaparkan tentang kewajiban seorang suami terhadap istri sebagaimana yang dipaparkan oleh mayoritas ulama, mulai dari memperlakukan istri dengan baik, memberi mahar dan seterusnya hingga kewajiban suami mengajarkan istrinya prihal ilmu agama seperti ilmu fikih tentang tata cara bersuci dan ilmu kewanitaan. Attabik dan Maudhiiah, 2014 294-295; al-Bantani, 2005 6-8 Kemudin Asyโari juga memaparkan sebuah hadis ๎๎๎ณ๎๎ฏ๎๎๎๎๎บ๎๎๎ฃ๎๎ข๎
๎ ๎๎บ๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎บ๎ผ๎๎ท๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎ด๎๎๎
ค๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎ถ๎๎ฏ๎๎พ๎๎ผ๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎ฟ๎๎ข๎๎๎
ถ๎๎๎๎ง๎๎ฆ๎
๎๎๎บ๎๎๎ป๎๎๎ ๎ข๎๎๎๎๎ผ๎ณ๎๎ช๎๎ฆ๎๎๎๎๎๎๎บ๎ฌ๎๎๎ฆ๎๎๎ ๎๎๎๎ข๎๎๎๎๎ข๎ ๎๎๎๎ค๎๎๎ฎ๎๎๎ ๎๎บ๎ง๎ ๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎จ๎๎ผ๎๎๎๎๎บ๎ฆ๎๎ท๎๎๎จ๎๎๎๎ท๎ข๎๎จ๎๎ฅ๎ ๎๎
๎๎ซ๎๎๎ฉ๎๎๎๎๎๎๎ง๎ ๎๎ฌ๎๎๎๎๎บ๎ฆ๎๎ท๎ ๎๎๎๎บ๎๎๎ฃ๎ ๎
๎ช๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎ฟ๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎ฆ๎๎๎ ๎๎๎๎ณ๎ข๎๎๎๎ธ๎๎ณ๎ฆ๎ ๎๎ฟ๎๎๎บ๎๎ฟ๎๎๎๎๎ด๎๎ฟ๎ข๎๎ง๎๎๎บ๎๎ด๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎๎ข๎๎๎๎ผ๎๎ณ๎๎๎๎ข๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎๎ข๎๎๎๎ป๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎ณ๎๎๎๎๎ค๎ ๎๎๎๎ข๎ ๎
๎๎๎๎ฆ๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎ด๎๎๎๎ฆ๎๎๎ค๎๎บ๎ฆ๎๎บ๎ซ๎ ๎๎๎๎ง๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎ผ๎๎ ๎๎๎๎ข๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎ง๎๎ข๎๎๎๎๎ง๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎๎ข๎๎๎๎ป๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎ฌ๎๎ท๎๎ ๎๎๎๎ข๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎ฐ๎๎ซ๎๎๎บ๎๎ธ๎๎ณ๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎ซ๎๎๎๎๎บ๎ฅ๎ ๎๎ฟ๎๎๎๎๎ฏ๎๎๎ฉ๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎ฐ๎๎ซ๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎บ๎ง๎๎๎บ๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎ท๎ข๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฏ๎ ๎๎ฟ๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎ณ๎๎ค๎๎ฆ๎๎๎ผ๎๎๎๎๎
ข๎๎๎๎๎ข๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎ Ketahuilah, hendaklah kalian melaksanakan wasiatku untuk berbuat baik kepada wanita, karena mereka laksana tawanan yang berada disisi kalian. Kalian tidak berhak atas mereka lebih dari itu, kecuali jika mereka HAK SUAMI-ISTRI melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka di tempat tidur dan pukulah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika kemudian mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Ketahuilah; kalian memiliki hak atas istri kalian dan istri kalian memiliki hak atas kalian. Hak kalian atas istri kalian ialah dia tidak diperkenankan membawa orang yang kalian benci ke tempat tidur kalian dan rumah kalian. Ketahuilah; hak istri kalian atas kalian ialah kalian berbuat baik kepada mereka dalam memberikan pakaian dan makanan kepada mereka. Setelah menjelaskan hak-hak istri yang menjadi kewajiban suami, Asyโari menyantumkan hadis tentang wasiat berbuat baik kepada wanita istri. Istri memang di ibaratkan sebagai tawanan perang bagi si suami. Namun bukan berarti si suami bebas berlaku tidak baik kepada istrinya. Suami boleh memberi peringatan kepada sang istri jika si istri memang melakukan sebuah kesalahan atau perbuatan keji. Sedangkan jika si istri tidak melakukan kesalahan maka suami tidak boleh mencari-cari kesalahan si istri. Al-Bantani, 2005 6-7. Jika dikaitkan dengan fenomena masa Asyโari hidup, perempuan dalam masyarakat memang tidak terlalu diperhatikan. Dalam ranah keluarga, Asyโari tampil dan mencoba memberikan penjelasan lebih bagi masyarakat bahwa bagaimapun perempuan berhak diperlakukan dengan baik. Lalu dalam beberapa paragraf selanjutnya, Asyโari kembali menyebutkan beberapa hadis lain yang masih berkaitan dengan hak istri yang menjadi kewajiban suami ๎๎๎๎๎ฌ๎๎ฏ๎ฆ๎๎ฆ๎๎ฏ๎๎ค๎๎ข๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎๎ถ๎๎ ๎๎๎๎ฆ๎๎ฏ๎๎ค๎๎ข๎๎๎๎ธ๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ข๎ ๎๎ซ๎๎๎๎๎ณ๎ฆ๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎จ๎๎ข๎๎๎๎ธ๎๎ณ๎ฆ๎๎๎ช๎๎ท๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎ณ๎๎๎๎ณ๎ฆ๎ ๎๎ง๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ช๎๎๎๎บ๎ฆ๎๎ณ๎ฆ๎ ๎๎ฟ๎ ๎๎๎๎ค๎๎๎๎๎ด๎๎๎๎บ๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ถ๎๎๎ฆ๎๎ฌ๎๎บ๎ Hak seorang wanita atas suaminya yakni memberi makan kepadanya apabila dia makan, memberi pakaian apabila ia berpakaian, tidak Nurul Afifah ๎ฏ๎ณ memukul wajah, tidak menjelek-jelekkannya dan tidak boleh mendiamkannya kecuali di dalam rumah๎
๎ Hadis ini masih berkaitan dengan hadis sebelumnya tentang kewajiban suami yang mejadi hak istri. Di samping suami harus memperlakukan istri dengan baik, maka suami memiliki kewajiban-kewajiban lain seperti memberi makan, pakaian, tidak memukul istri, tidak mendiamkan istri jika ia melakukan kesalahan jika ingin mendiamkan istri sebagai bentuk peringatan, maka diamkanlah istri ketika di rumah. Kemudian Asyโari menyantumkan hadis tentang peringatan kepada laki-laki yang sudah menikah di mana ia tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang suami ๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎พ๎๎๎๎ณ๎๎ค๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎พ๎๎๎๎จ๎๎บ๎ป๎ ๎๎ฟ๎ ๎๎๎๎๎๎ณ๎ ๎๎๎๎บ๎ฐ๎๎ฏ๎ ๎๎๎๎ข๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎ณ๎ฆ๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎ฒ๎๎ซ๎ข๎๎ท๎๎๎๎ด๎๎๎๎
๎จ๎๎ข๎๎๎๎ท๎ฆ๎๎๎ซ๎๎๎๎๎๎บ๎ซ๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎ฐ๎๎ข๎๎๎
ถ๎ค๎๎ข๎๎๎๎๎ค๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎
๎๎๎๎๎ฉ๎ข๎๎ธ๎๎ง๎๎๎๎ฆ๎๎ฑ๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎จ๎๎ท๎ข๎๎๎๎ฌ๎๎ณ๎ฆ๎๎๎ฟ๎๎๎๎บ๎๎๎๎ฆ๎๎๎๎ฌ๎๎ณ๎๎ข๎๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎ข๎๎๎๎บ๎๎๎ณ Siapapun laki-laki yang menikahi perempuan dengan mahar yang sedikit atau banyak dan dirinya tidak berniat untuk tidak memenuhi hak istri atau menipunya namun laki-laki tersebut meninggal dunia dan belum memenuhi hak-hak istrinya maka di hari kiamat ia akan menghadap Allah sebagai seorang pezina๎Menurut hadis yang dicantumkan Asyโari dalam kitabnya, laki-laki yang sudah menikah dan ia dengan sengaja tidak melaksanakan tugasnya sebagai sebagai seorang suami dan tidak memenuhi hak-hak istrinya, kemudian ia meninggal maka laki-laki tersebut mati sebagai seorang pezina. Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban seorang laki-laki yang sudah menikah bukan lagi hal yang sepele, suami tidak boleh meremehkan kewajiban-kewajibannya tersebut. Sebaliknya ia harus benar-benar menjadi HAK SUAMI-ISTRI seorang yang bertanggung jawab terhadap istrinya. Kemudian Asyโari menyantunkan tiga hadis lain yang saling menguatkan tentang kewajiban-kewajiban suami ๎๎๎ฒ๎๎ธ๎๎ฏ๎๎ข๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎๎๎ค๎๎๎พ๎๎ด๎๎ฟ๎๎๎ฅ๎๎๎ถ๎๎๎๎จ๎๎๎๎ณ๎๎ข๎๎๎๎ข๎
๎ฌ๎๎ด๎๎ป๎๎๎ถ๎๎๎๎บ๎ผ๎๎๎๎ท๎๎ข๎๎
๎ญ๎ข๎๎
ป๎๎ค๎๎๎
๎๎ผ๎๎ท๎๎๎๎ธ๎๎ณ๎ฆ๎Sesungguhnya di antara sempurnanya iman swseorang mukmin adalah mereka yang paling baik akhlaknya dan lembut kepada istrinya๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎พ๎๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎พ๎๎ด๎๎ฟ๎๎ข๎ ๎๎ฟ๎๎๎ธ๎ฆ๎๎ฐ๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎๎ณ๎ฆ๎๎๎พ๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎ฐ๎Laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas apa yang ia pimpin. ๎๎๎พ๎๎ด๎๎ฟ๎๎ข๎๎๎จ๎๎ณ๎ข๎๎๎๎ณ๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎ข๎ ๎๎ค๎๎ป๎๎๎๎ฅ๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎ฐ๎๎
๎ข๎๎ ๎๎บ๎ซ๎๎๎ฆ๎๎๎๎๎ฌ๎๎ด๎๎บ๎๎ ๎๎๎Tidak ada seseorang yang bertemu Allah Swt dengan dosa yang lebih besar daripada membiarkan keluarganya dalam kebodohan. Pada pragraf terakhir sebagaiman penulis cantumkan di atas, Asyโari kembali menyantumkan hadis Nabi tentang wasiat kepada para suami agar menjadi seorang pemimpin yang baik dalam keluarganya. Jangan sampai seorang pemimpin membiarkan keluarganya jatuh dalam kebodohan. Hal ini menggambarkan jika seorang suami memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya. Bukan hanya sebagai seorang suami terhadap istri, tapi sebagai seorang ayah yang memimpin anak-anaknya. ๎๎ Kewajiban istri yang menjadi hak suami Hasyim Asyโari mengungkapkan ada banyak hal yang menjadi kewajiban istri terhadap suaminya kewajiban yang menjadi hak suami, yakni Nurul Afifah ๎ฏ๎ต ๎พ๎ป๎ข๎๎ข๎๎ผ๎ท๎๎จ๎
๎ฐ๎ฏ๎๎ซ๎๎๎ณ๎ฆ๎๎๎ด๎๎๎ซ๎๎๎ณ๎ฆ๎๎ผ๎๎ฌ๎ท๎ ๎ฒ๎
น๎๎ข๎ธ๎๎ง๎๎๎ค๎๎ข๎๎๎จ๎ป๎๎ฟ๎๎พ๎ฌ๎๎ข๎๎๎ข๎๎๎ด๎๎๎ค๎
ธ๎๎๎๎๎๎ข๎ท๎๎พ๎๎ผ๎๎๎ค๎ผ๎ด๎ฌ๎ซ๎๎๎ฝ๎ข๎๎ฐ๎๎๎๎ธ๎ฌ๎ซ๎๎๎ข๎๎ข๎๎ผ๎ท๎๎ฝ๎ข๎๎ฐ๎๎๎พ๎ป๎ฏ๎ต๎๎๎ค๎๎พ๎ฌ๎๎ฅ๎๎บ๎ท๎๎ซ๎๎
ฃ๎๎๎๎ฟ๎๎๎ซ๎พ๎ผ๎ฐ๎ท๎ข Hak-hak suami yang menjadi kewajiban seorang istri itu banyak, di antaranya seorang istri wajib mentaati suami kecuali dalam hal-hal yang dilarang agama, istri tidak boleh puasa tanpa izin suami, tidak boleh keluar rumah tanpa izin dan rida suami, istri wajib mencari keridaan suami dan berusaha sebisa munkin menjauhi perkara yang dibenci suaminya. Sebagaimana suami memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan untuk memenuhi hak istri, maka istri pun memiliki kewajiban yang harus di lakukannya guna memenuhi hak suami. Dalam paragraf awal, Asyโari menjelaskan beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh seorang istri seperti wajib taat kepada suami, jika ingin berpuasa maka harus meminta izin suami, tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa izin suami dan mencari ridha suami. Barbagai hal baik bisa istri lakukan untuk mencari ridha dari suami. Kemudian Asy'ari menyebutkan lebih lanjut ๎๎ค๎ ๎พ๎ณ๎ข๎ท๎ ๎ป๎๎๎ฌ๎ซ๎ ๎๎ง๎ ๎จ๎ฏ๎๎ด๎ธ๎ธ๎ฏ๎ ๎ข๎๎ข๎ ๎ป๎
๎ ๎ซ๎ ๎๎ข๎ ๎๎ค๎ฆ๎ผ๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎ข๎
ฎ๎ข๎ธ๎๎ง๎๎ ๎ฒ๎๎ฌ๎ด๎ฅ๎ ๎พ๎ป๎ฏ๎ต๎ข๎ฟ๎ฐ๎๎๎๎๎ ๎ฅ๎๎ฟ๎๎ข๎๎๎จ๎ป๎๎ผ๎๎ฌ๎ท๎๎ฒ๎ฅ๎๎ข๎๎ฐ๎ข๎ซ๎ข๎๎ผ๎๎ฌ๎ท๎๎๎ด๎๎๎พ๎ซ๎๎ฌ๎ท๎๎ฟ๎พ๎ฌ๎ฌ๎ป๎ข๎๎ข๎๎ผ๎ท๎๎๎พ๎ณ๎จ๎ฐ๎๎ด๎๎ธ๎ฏ Seorang istri harus menyadari bahwa dirinya adalah milik suaminya - ia tidak diperbolehkan menggunakan harta suami kecuali atas izin si suami, suami diperbolehkan berpendapat terkait harta si istri sebab istri merupakan tanggung jawabnya, istri harus memprioritaskan hak-hak suami atas hak-hak saudara sang istri. Asyโari, 1415 H 20. Pada pernyataan di atas, Asyโari menjelaskan tentang penggunaan harta si suami, seorang istri tidak diperbolehkan menggunakan harta suami tanpa izinnya. Kemudian ia juga menegaskan bahwa saat sudah menikah, istri HAK SUAMI-ISTRI harus memprioritaskan hak-hak suami dari pada hak-hak saudara-saudara sang istri. Berkenaan dengan penggunaan harta, permohonan ijin dari istri kepada suami memang penting dan perlu, selain sebagai bukti adanya penghormatan istri terhadap suami juga melatih seberapa besar sifat amanah istri terhadap harta-harta suami. Namun hal yang paling penting tidak lain demi meraih kebahagiaan bersama dalam relasi suami-istri tidak boleh ada sikap timpang sebelah seperti subordinasi dan marginalisasi, terlebih masa sekarang tidaklah sama dengan masa di mana karya ini ditulis perempuan telah terjamin bebas memiliki hak untuk belajar dan berkarya. Mulia, 2011 87-88 Kemudian terkait dengan tidak diperkenankannya menggunakan harta tanpa izin suami, ada sebuah hadis yang menyebutkan bahwa istri tdak diperbolehkan menggunakan harta dirinya tanpa seijin suaminya ๎๎๎พ๎๎ฟ๎ข๎๎๎
ฏ๎๎๎บ๎๎ ๎๎๎พ๎๎ฆ๎๎๎ท๎ฆ๎๎๎๎ฎ๎๎ด๎๎ท๎ฆ๎๎ฏ๎๎ค๎๎ข๎๎
ฎ๎ข๎๎ท๎ ๎๎ฟ๎๎๎๎๎ท๎๎ข๎๎๎จ๎ข๎๎๎๎ธ๎๎ด๎๎ณ๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎
ธ๎๎๎๎๎พ๎ข๎๎ซ๎๎๎ถ๎๎ด๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎ฆ๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎
๎๎ผ๎ณ๎ฆ๎๎๎บ๎๎๎ข๎๎๎๎บ๎ฌ๎๎ธ๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎ณ๎๎๎๎ฑ Dari Mujahid - Nabi Saw bersabda "Seorang isteri tidak boleh memakai hartanya jika suaminya menguasainya tidak memberikan ijin." Berdasarkan hadis di atas, dapat kita ketahui bahwa seorang perempuan jika memiliki harta pribadi ia tidak diperbolehkan menggunakan hartanya tanpa seijin suami. Hal ini menggambarkan betapa seorang istri harus benar-benar menghormati sang suami. Apalagi jika dalam konteks menggunakan tasarruf harta sang suami tanpa ijin sebagaimana yang dipaparkan oleh Asyโari di atas. Secara etika hal tersebut tidak menunjukkan wujud pengormatan si istri terhadap suami. Nurul Afifah ๎ฐ๎ญ Kemudian Asyโari menambahkan bahwa istri harus siap atas permintaan suami, ia juga wajib menjaga kebersihan dirinya, tidak boleh sombong atas kecantikan dirinya, tidak boleh mencela kejelekan suami, harus menundukkan pandangan di depan suaminya, mengikuti perintahnya, diam saat suami berbicara, berdiri untuk menyambut kedatangan dan ketika suami hendak pergi. Asyโari, 1415 H 20-21 Paparan-paparan Asyโari tersebut jika dilihat lebih lanjut, hampir sama dengan yang dikemukakan oleh ulama klasik lainnya seperti Nawawi al-Bantanฤซ juga Mannaโ Khali al-Qattan Al-Bantani, 2005 14-15; al-Qattan, 2009 51-59. Selanjutnya Asyโari masih menerangkan tentang kewajiban istri ๎๎ค๎๎๎๎๎๎พ๎ณ๎ข๎ท๎๎ข๎๎พ๎๎ฆ๎๎ง๎๎ฟ๎๎พ๎ฌ๎ฆ๎๎ฃ๎๎พ๎ผ๎๎๎จ๎ป๎ข๎๎
ฌ๎ฆ๎๎ฝ๎๎ซ๎๎๎ฟ๎๎ผ๎ณ๎ฆ๎๎พ๎ผ๎๎๎พ๎๎ด๎๎๎ข๎๎๎จ๎ป๎๎ต๎๎๎๎ข๎๎ผ๎ท๎๎ซ๎๎๎ท๎๎ฟ๎๎จ๎ผ๎๎๎ณ๎ฆ๎๎ฟ๎ฆ๎๎ฎ๎๎ข๎๎ผ๎ท๎๎๎ค๎๎๎ณ๎ช๎๎ถ๎จ๎ณ๎ฆ๎๎พ๎๎ ๎ซ๎๎๎พ๎ณ๎๎จ๎ธ๎๎ฆ๎๎ณ๎ฆ๎๎ข๎๎ผ๎ท๎๎๎พ๎ฌ๎ฆ๎๎ฃ๎๎ฟ๎๎ข๎๎ฏ๎๎ซ๎๎๎พ๎ข๎ฟ๎ฐ๎ญ๎๎๎ข๎๎ฌ๎ผ๎ณ๎๎๎๎ง๎๎ข๎ฟ๎พ๎๎ณ๎๎ฝ๎ข๎๎ฐ๎๎ค๎ด๎๎๎๎ฆ๎
๎ฐ๎ฏ๎๎พ๎ผ๎ท๎๎ฒ๎๎ด๎ฌ๎ณ๎ฆ๎๎จ๎๎ฃ๎ฐ๎๎๎พ๎ฅ๎ฐ๎ข๎ซ๎ค๎๎๎พ๎ด๎ฟ๎ข๎๎ฟ๎ฆ๎๎ฏ๎ค Seorang istri harus menyerahkan diri pada suaminya ketika hendak tidur, menuruti keinginan suaminya di tempat tidur dan menjaga harta suaminya, menjaga bau mulutnya agar tetap wangi, selalu berdandan ketika suami ada ataupun sedang berpergian, menghormati keluarga dan kerabat suami, mencari keridhaan suami karena suami adalah surga atau neraka sang istri kelak. Beberapa hal yang dijelaskan oleh Asyโari di atas merupakan bagian dari kewajiban istri baik kewajiban dari tempat tidur hingga di luar itu seperti menjaga diri menjaga harta dan menghormati keluarganya. Dalam sebuah hubungan keluarga seorang istri harus benar-benar mengabdi kepada suami, bahkan prihal berdandannya seorang istripun harus diniatkan untuk suami kesemuaan itu tidak lain adalah untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat sang istri. Suami dinyatakan sebagai ladang neraka atau surga si istri HAK SUAMI-ISTRI kelak. Saat sudah menikah, sepenuhnya istri harus mengikuti suami kecuali dalam perkara yang dilarang agama, berbeda halnya dengan suami ia tetap memiliki tanggung jawab kepada kedua orang tuanya terlebih kepada ibunya. Meski demikian bukan berarti seorang perempuan yang telah menikah tidak memiliki tanggung jawab untuk mengabdi dan mengasuh orang tua mereka ketika masa tua. Oleh sebab itu walaupun dalam uraian kewajiban istri yang menjadi hak suami bagi seseorang laki-laki yang baik semestinya dia memahami dan memberikan izin kepada istri agar berkesempatan mengabdi kepada kedua orang tuanya dengan berbagai macam cara. Kemudian ada beberapa hadis yang dicantumkannya ๎๎ข๎๎๎
ฎ๎๎๎ฒ๎๎๎๎ซ๎๎ข๎๎๎๎ณ๎๎๎๎ฑ๎๎๎ช๎๎๎ข๎๎๎๎ข๎๎๎๎ข๎๎๎๎ณ๎๎๎๎บ๎ง๎๎๎ช๎๎๎๎จ๎๎ท๎๎๎๎ข๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ช๎๎ท๎ข๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎๎๎๎
จ๎๎๎จ๎๎ฆ๎๎๎๎ธ๎๎ณ๎ฆ๎ ๎๎ช๎๎ด๎๎๎ฆ๎๎ฏ๎๎ค๎๎๎บ๎๎ท๎ ๎๎
๎๎ผ๎๎๎
ช๎ฆ๎๎๎๎ด๎๎ป๎๎ฎ๎๎ข๎ ๎๎ช๎๎ ๎๎๎ ๎๎
๎๎ผ๎๎๎
ช๎ฆ๎ ๎๎ง๎ฆ๎๎๎๎บ๎ฅ๎๎ข๎๎๎๎๎๎ข Ketika seorang perempuan melaksanakan solat lima waktu, puasa di bulannya, menjaga dirinya dan taat kepada suaminya maka dikatakan kepadanya perempuan "masuklah kamu ke dalam surga melalui pintu mana saja yang kamu inginkan๎
๎๎๎ข๎๎๎๎ณ๎๎๎๎ฑ๎๎ ๎๎พ๎ข๎๎ซ๎๎๎จ๎ข๎๎๎๎ธ๎๎ณ๎ฆ๎๎๎๎ด๎๎๎๎ข๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎ข๎ ๎๎ฒ๎ข๎๎ผ๎ณ๎ฆ๎๎๎๎๎ข๎๎๎ถ๎๎ด๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎๎๎ด๎๎๎๎ฆ๎ ๎๎พ๎๎๎๎๎๎ฐ๎ ๎๎ช๎๎ณ๎๎๎๎๎ ๎๎ช๎๎ณ๎ข๎๎ซ๎๎๎พ๎๎ท๎๎ข๎๎๎๎พ๎ข๎๎ซ๎ ๎๎ฒ๎๎ณ๎๎๎ณ๎ฆ๎๎๎๎ด๎๎๎๎ข๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎ข๎ ๎๎ฒ๎ข๎๎ผ๎ณ๎ฆ๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎ช๎๎ด๎๎บ๎ซ {๎Diriwayatkan dari Aisyah, Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, "siapa saja orang yang paling besar memiliki hak atas perempuan? Beliau menjawab "suaminya", aku bertanya lagi "siapa yang paling berhak atas laki-laki? Beliau pun menjawab "ibunya๎๎
Asy'ari menyebutkan bahwa perempuan memiliki adab-adab tertentu yang harus mereka laksanakan, yakni berdiam di dalam rumah, menyibukkan diri di dalam rumah, istri tidak diperbolehkan banyak bicara, Nurul Afifah ๎ฐ๎ฏ tidak diperbolehkan mengunjungi para tetangganya kecuali jika ada suatu kepentingan, istri harus menghormati suami baik si suami ada ataupun tidak ada di sampingnya, istri harus berusaha membahagiakan suami dalam segala hal, apabila si suami sudah memberikan izin kepada istri untuk keluar rumah maka saat istri keluar rumah ia tidak diperbolehkan bermuka murung, kotor atau mengenakan pakaian yang jelek dan ia harus menundukkan pandangan saat berjalan, tidak jelalatan dan berpura-pura tidak mengenal orang lain laki-laki yang mengenalnya. Asyโari, 1415 H 21 Ada beberapa hal dalam pragraf terakhir ini yang kiranya perlu di tinjau ulang, seperti istri harus berdiam di dalam rumah, menyibukkan diri di dalam rumah atau jika keluar rumah istri berpura-pura tidak mengenal orang lain laki-laki yang mengenalnya. Mengutip pendapat Nafisah dalam Istri Ideal Persepektif Hadis, memahami teks-teks hadis maupun pemikiran-pemikiran terhadap hadis yang lahir pada masa klasik maupun sampai sebelum abad 20, perlu kita ketahui bahwa gambaran-gambaran istri ideal yang demikian adalah citra istri dalam konteks budaya Bangsa Arab maupun di luar Arab yang masih menganut paham patrilinel. Jika di lihat dari kondisi sosiologis pada masa itu wajar saja seorang istri harus berdiam diri di rumah sebab alam sekitar memiliki musim yang tidak terlalu baik untuk keamanan dan kesehatan ditambah lagi kebudayaan masyarakat tempo dulu para kaum lelaki sering keluar rumah hingga berbulan-bulan lamanya. Jika sang istri keluar rumah saat suami tidak berada di rumah, kemungkinan besar perbuatan-perbuatan keji mudah saja terjadi. Nafisah, 2010 4 HAK SUAMI-ISTRI F. Simpulan Berdasarkan paparan diatas, dapat di ambil kesimpulan bahwa pemikiran hadis Hasyim Asyโari tentang hak suami-istri yang tertuang dalam karyanya แธa'u al-๎ฐ๎๎๎
๎
๎๎ ๎๎
ซ๎ ๎ฅ๎๎๎
๎๎ ๎ค๎๎๎
๎๎ ๎๎-๎ฑ๎๎๎
๎ tidak bisa terlepas dari tiga hal latar belakang kehidupan, latar belakang keilmuannya dan kondisi sosial masyarakat pada masa itu. Dalam konteks Indonesia, kontribusi pemikiran hadis Asyโari tentang hak suami-istri bisa dikatakan sangat besar, ia telah berusaha memetakan hak dan kewajiban antara suami-istri sebagai bentuk penjelasan kepada masyarakat setempat yang telah lama tenggelam dalam โadat marginalisasi pada kaum perempuan, meski demikian tidak semua pemikiran โAsyโari masih relevan dengan konteks sekarang misalnya apabila istri keluar rumah tanpa suami maka ia harus bersikap seolah-olah tidak megenal laki-laki siapapun yang ia temui dan sebagainya. Dengan demikian berarti tidak menutup kemungkinan perlu adanya pembaharuan atau interpretasi baru terhadap karya ini dan beberapa karya lain yang serupa khususunya karya-karya yang terlanjur disakralkan oleh kalangan-kalangan tertentu yang masih dijadikan acuan problematika-problematika yang muncul masa kini. G. Daftar Pustaka Al-Bantanฤซ, Muhammad bin 'Amr bin 'Ali Nawawฤซ. 1987. Syarah 'Uqud al-Lujjain fi Bay๎
n Huqลซq al-Zaujain. Beirut Dฤr al-Kutub al-Ilmiah. Nurul Afifah ๎ฐ๎ฑ Asyโari, Hasyim. 1415 H. ๎ง๎๎๎ท๎๎๎๎-Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Jombang Pustaka Warisan Islam Tebuireng. Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta LP3ES. Forum Kajian Kitab Kuning FK3. 2003. Wajah Baru Relasi Suami-Istri; Telaah Terhadab Kitab Uqud Al-Lujjayn. Yogyakarta LKiS. Ghafir, Jamal. 2012. ๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ถ๎๎๎๎๎๎๎ ๎ธ๎๎๎๎๎ ๎ค๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎ญ๎๎๎๎ท๎๎๎ ๎ณ๎๎๎๎๎๎๎dan Penggerak NU. Tuban GP Anshor. Hardiman, F. Budi. 2015. Seni Memahami Hermeneutika Dari Schleiermacher Sampai Derrida. Yogyakarta Kanisius. Haziq, Ishomuddin. ๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฎ๎๎๎๎
๎ ๎ฎ๎๎๎๎๎ ๎ฎ๎ซ๎๎ ๎ซ๎๎๎๎๎๎ ๎ค๎๎๎ท๎๎๎๎๎Jombang Pustaka Warisan Islam. Irawan, Aguk. 2012. ๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฅ๎๎๎๎๎๎ ๎ฑ๎๎๎๎๎ ๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฎ๎ซ๎๎ ๎ฐ๎๎ ๎ซ๎๎๎๎๎๎ ๎ค๎๎๎ท๎๎๎๎๎Depok Global Media Utama. Juned, Daniel. 2010. Ilmu Hadis; Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis. Jakarta Erlangga. Mulia, Siti Musdah 2011. Membangun Surga Di Bumi; Kiat-Kiat Membina Keluarga Ideal Dalam Islam. Jakarta PT Garamedia. Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Musthalahul Hadis. Bandung Al-Maโarif. Sunyoto, Agus 2017. KH Hasyim Asy'ari; Sang Ulama Pemikir dan Pejuang, dalam Ahmad Baso, Agus Sunyoto dan Rijal Mummaziq. KH Hasyim Asy'ari; Pengabdian Seorang Kiai Untuk Negeri. Jakarta Museum kebangkitan Nasional kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. HAK SUAMI-ISTRI Tihami dan Sahrani, Sohari. 2010. Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta Rajawali Pers. Wijaya, Aksin. 2009. Teori Interpretasi Rusyd Kritis Ideologis-Hermeneutis. Yogyakarta Lkis. Fitriah, Nauval. 2017. Penerjemahan Kitab Dau'u al-Misbah fi Bayani Ahkami al-Nikah. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Wijaya, Aksin. 2016. Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Muhammad Izzat Darwazah. Bandung. Mizan Pustaka. Jurnal Atabik, Ahmad dan Mudhiiah, Khoridatul. 2014. Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Vol. 5, No. 2. Desember Fata, Ahmad Khoirul. 2014. Kontekstualisasi Pemikiran KH. Hasyom Asy'ari tentang Persatuan Umat Islam. Jurnal Miqot, Vol. 38, No. 2, Juli-Desember. Muafiah, Evi. 2013. Pendidikan Perempuan di Pondok Pesantren. Jurnal Pendidikan Islam Vol. 7. No. 1, April. Nafisah, Durrotun. 2010. Istri Ideal Dalam Persepektif Hadis; Telaah Sanad dan Matan. Studi Gender dan Anak, Vol. 5 No. 2 Jul-Des. Putra, Afriadi. 2016. ๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ซ๎๎๎๎๎ ๎ฎ๎ซ๎๎ ๎ฐ๎๎ ๎ซ๎๎๎๎๎๎ ๎ค๎๎๎ท๎๎๎๎ ๎ง๎๎๎Kontribusinya Terhadap Kajian Hadis Di Indonesia. Jurnal Wawasan. Vol. 39, No. 1, Januari. Urifatulailiyah, Nur. 2017, Pemikiran pendidikan Perempuan Pribumi dalam Pers Kolonial Tahun 1908-๎๎๎๎๎ Jurnal pendidikan Sejarah. Vol 5, No. 1, Maret. Nurul Afifah ๎ฐ๎ณ Wibisana, Wahyu. 2016. Pernikahan Dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta'lim Vol. 14, No. 2. Muhammad AzizAbdul Aziz HarahapThis study aims to describe indicators of the formation of a sakinah family according to Hasyim Asy'ari and its relevance to the Compilation of Islamic Law KHI. This qualitative research in the form of literature study uses philosophical normative. The main data source, namely the book Dhau' al-Mishbah fi Bayani Ahkam an-Nikah by Hasyim Asy'ari. Several articles in the KHI as the theory of analysis of this research. The results of the study show that there is a relevance between indicators for the formation of a sakinah family according to Hasyim Asy'ari with the construction of legal provisions in the Kompilasi Huukum Islam KHI. First, the indicators of complying with the legal principles, requirements, and pillars of marriage that are relevant to KHI articles 4, 16, 20, and 27. It's just that the view of Hasyim in this first indicator tends to be textual. In contrast to KHI which is more contextual. Second, the recommendation indicator in choosing a life partner that is relevant to KHI Articles Articles 15, 16, 17, and 61. In this case, the criteria for the recommendation to choose a partner by Hasyim is more detailed covering various aspects, including religion, physical, lineage, economy, psychological and social status. Third, the indicator understands the principles of the purpose and benefits of marriage that are relevant to Articles 2 and 3. Third, the indicator is to build a good partnership in carrying out the rights and obligations of husband and wife that are relevant to the KHI Article 80. However, regarding the duties or obligations of the wife, Hasyim is more detailed than KHI. The theoretical implications of this research show indicators of the formation of a sakinah family in the view of Hasyim Asy'ari has relevance as well as can be the basis for formulas in the development and renewal of Islamic marriage law in Indonesia. The limitation of this research is that it has not studied in depth the heurmenetic aspects of the construction of the views of Hasyim is related to four indicators of the formation of a sakinah family. Afriadi PutraThis article describes the opinion of KH. M. Hasyim Asyโari, one of the Indonesian Hadith scholars, and his contribution to the study of Hadith in Indonesia. This study is important to understand the dynamic of Hadith study in Indonesia that experienced stagnancy for certain period. The twentieth century marked as the rising of Hadith study in Indonesia by the emergence of many Hadith books of Arabic languages, their translations and the scholars opinion related to Hadith. The book of risa>lah ahlu al-sunnah wa al-jama>โah is among those books that was written in the beginning of the twentieth century. This book played a significant role at that time as a guidance for Muslim society in facing modernity. The content of this book provides basic themes related to religious experiences of the community. This book is also represented the opinion of KH. M. Hasyim Asyโari related to Hadith, as an Indonesian Muslim scholar who received isna>d H{adith the chain of Hadith transmission from his teacher Syeikh Mahfudz Muafiahp>This article attempts to show women's education reality in pesantren, par-ticularly pesantren that administers the two institutions at the same time, the education for men and for women. This is certainly different from those car-ry out the education specific for women. Indonesia has started to open edu-cational opportunities for women at the time of Kartini, in which the previous women education was limited by the culture. The spirit to obtain education that equal with men was stated in her letters. Kartini had inspired some Indonesian women to get education as men. Later, some women who pioneered education for women appeared such as Rahmah el-Yunusiyah, Rangkayo Rasuna Said, Dewi Sartika etc. Each of them established a special school for girls with different studies taught. Abstrak Tulisan ini berupaya menunjukkan beberapa realitas pendidikan perempuan di pesantren, utamanya pesantren yang mengelola dua lembaga sekaligus, yaitu pendidikan untuk laki-laki dan pendidikan untuk perempuan. Hal ini tentunya berbeda dengan pendidikan yang dilakukan di lembaga pendidikan yang memang didirikan khusus untuk perempuan. Indonesia dapat dikatakan telah mulai membuka peluang pendidikan bagi perempuan pada masa RA Kartini, dimana sebelumnya pendidikan bagi perempuan sangat dibatasi oleh budaya yang terjadi saat itu. Semangat untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan para laki-laki tertuang dalam surat-surat-nya. Kartini telah memberikan inspirasi bagi beberapa perempuan di Indonesia untuk men-dapatkan pendidikan sebagaimana laki-laki. Hingga muncul pada masa-masa setelahnya beberapa perempuan yang mempelopori pendidikan bagi perem-puan itu sendiri. Sebut saja misalnya Rahmah el-Yunusiyah, Rangkayo Rasuna Said, Dewi Sartika dan lain sebagainya, dimana masing-masing dari mereka mendirikan sekolah khusus bagi perempuan dengan berbagai kajian yang berbeda yang diajarkan di sekolah tersebut. hadist istri milik suami suami milik ibunya